Liputan Bola Terkini– Sebuah luka lama masih membekas di hati David Trezeguet. Mantan penyerang Juventus itu kembali mengenang final Liga Champions 2003 melawan AC Milan, laga yang menurutnya menjadi salah satu penyesalan terbesar dalam perjalanan kariernya. Meski dikenal sebagai salah satu striker paling mematikan di Eropa, malam kelam di Old Trafford tersebut masih sulit ia hapus dari ingatan.
Luka Pahit yang Tak Terlupakan bagi David Trezeguet
David Trezeguet mengakui bahwa kekalahan dari AC Milan di final 2003 adalah momen paling menyakitkan dalam kariernya. Juventus saat itu tampil dengan penuh kepercayaan diri setelah menyingkirkan Real Madrid di semifinal. Namun, pertandingan berakhir tanpa gol hingga adu penalti, dan Milan keluar sebagai juara dengan skor 3-2.
Dalam sebuah wawancara di Festival dello Sport, Trezeguet menegaskan bahwa mentalitas Juventus kala itu adalah “harus menang”. Ia merasa gagal mewujudkan harapan klub dan para tifosi. “Kami datang dengan keyakinan penuh. Tapi kenyataan di lapangan berkata lain. Itulah penyesalan terbesar saya,” ungkapnya.
Keyakinan yang Tak Terbayar
Menurut David Trezeguet, Juventus sebenarnya berada dalam kondisi yang lebih baik dibandingkan Milan. Secara moral dan mental, timnya datang ke Manchester dengan semangat juara. Namun, pertandingan berjalan sangat ketat dan minim peluang. Kedua tim sama-sama berhati-hati, hingga drama penalti menjadi penentu nasib.
“Secara moral kami lebih siap,” ujar Trezeguet. “Tapi sepak bola bukan tentang siapa yang lebih siap, melainkan siapa yang bisa menuntaskan peluang. Dan kami gagal melakukannya.”
David Trezeguet dan Harapan yang Pupus
Setelah 2003, Trezeguet sempat berharap Juventus bisa kembali ke final Liga Champions. Apalagi klub mendatangkan beberapa pemain bintang di tahun-tahun berikutnya. Namun, kenyataan berkata lain. Tragedi Calciopoli 2006 memukul klub keras, dan Juventus kehilangan arah.
“Saya pikir kami akan segera kembali ke final. Tapi itu tidak pernah terjadi,” kata Trezeguet. Ia menyadari bahwa setelah 2006, ada sesuatu yang hilang dari tim yang dulu begitu solid.
Juventus yang Berbeda di Mata Trezeguet
Di penghujung kariernya di Turin, David Trezeguet menilai Juventus telah berubah. Spirit dan ambisi yang dulu membuat tim disegani di Eropa perlahan memudar. “Juventus yang saya kenal antara 2000 hingga 2006 adalah tim besar dengan jiwa juara. Setelah itu, segalanya terasa berbeda,” ujarnya menutup pernyataan.
Baginya, kekalahan dari Milan bukan sekadar kegagalan, melainkan titik balik yang membentuk pandangannya tentang arti kemenangan dan keteguhan dalam sepak bola.